Gelar Perkara Mandek 3 Bulan, Eks Tim Cobra Tegur Keras Pelaksana Teknis: Perintah Kapolri Itu Wajib, Bukan Opsional
![]() |
| Foto: Hasran, S.H., M.Hum., CMC. |
SUARASATUNEWS.ID, Surabaya — Hasran, S.H., M.Hum., CMC, Advokat sekaligus Kompol (Purn) yang pernah bertugas sebagai anggota Tim Cobra Polres Lumajang, menyoroti penanganan perkara dugaan perampasan obyek fidusia yang melibatkan sekelompok pihak ketiga (debt collector) di Tulungagung.
Perkara yang dilaporkan sejak awal kejadian itu diketahui telah dua kali dihentikan pada tahap penyelidikan oleh Satreskrim Polres Tulungagung.
Yang menjadi sorotan utama adalah alasan penghentian penyelidikan: penyerahan mobil disebut dilakukan secara sukarela, padahal yang menyerahkan adalah sopir, bukan debitur/pemilik sah kendaraan. “Ini alasan yang tidak objektif dan tidak sesuai konstruksi hukum. Fakta materilnya adalah perampasan obyek fidusia di lapangan,” tegas Hasran, Rabu (3/12/2025), dilansir dari laman Memoonline.
Perkara ini telah dimohonkan Gelar Perkara Khusus (GPK) ke Biro Wassidik Bareskrim Polri sejak 19 September 2025, namun hingga berita ini diterbitkan, pemohon belum menerima satu pun respons atau pemberitahuan resmi mengenai tindak lanjutnya.
Instruksi Kapolri: Tidak Ada Ruang untuk Premanisme Berkedok Debt Collector
Hasran mengingatkan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah berulang kali menegaskan larangan kepada pihak ketiga (mata elang/debt collector) untuk mengambil paksa kendaraan debitur tanpa putusan pengadilan, karena tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.
“Sebagai mantan anggota Tim Cobra yang pernah mengawal langsung kebijakan pimpinan dalam pemberantasan premanisme, saya sangat paham bahwa Polri tidak pernah mentolerir praktik-praktik seperti ini,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa ketegasan Kapolri seharusnya tercermin hingga ke level teknis penyidikan, agar tidak muncul kesan bahwa kebijakan tersebut diabaikan atau tidak dijalankan secara konsisten.
Klien Sudah Ikhlas, yang Dituntut Hanya Keadilan.
Dalam keterangannya, Hasran menyebutkan bahwa kliennya justru telah mengikhlaskan kerugian materiil akibat hilangnya kendaraan. “Yang diminta klien kami hanya satu: keadilan dan kepastian hukum. Tidak lebih,” tegasnya.
Menurut Hasran, ketidakjelasan tindak lanjut GPK di tingkat Bareskrim dikhawatirkan justru berpotensi “menghilangkan hak masyarakat atas proses hukum yang objektif dan akuntabel”.
Permintaan Tegas kepada Bareskrim Polri melalui surat resminya, Hasran meminta Biro Wassidik Bareskrim Polri untuk:
1. Menyampaikan jawaban tertulis atas status permohonan Gelar Perkara Khusus.
2. Menetapkan jadwal GPK tanpa penundaan lebih lanjut.
3. Menjelaskan sikap resmi terhadap penghentian penyelidikan dua kali di tingkat Polres.
“Ini bukan hanya soal satu perkara, tetapi tentang menjaga kepercayaan publik dan marwah Polri sebagai institusi penegak hukum,” ujarnya.
Hasran menegaskan bahwa kritik yang ia sampaikan adalah bentuk kecintaan terhadap institusi tempat ia pernah mengabdi.
“Saya bangga pernah menjadi bagian dari Tim Cobra. Karena itu, saya tidak ingin melihat marwah Polri tercoreng oleh praktik-praktik yang bertentangan dengan instruksi pimpinan. Jaga marwah Polri,” tutupnya. (Tim).

%20(6).jpeg)
